Sewa Menyewa
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Menurut
pengertian Syara’, Al-ijarah ialah : “suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.
Untuk
kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu
kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakad gila
atau anak kecil yang belum dapat membedakan, maka akad menjadi tidak sah.
Mazhab
Imam Asy Syafi’I dan Hambali menambahkan
satu syarat lagi, yaitu baligh.
Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan, dinyatakan
tidak sah.
Diperbolehkan
juga menyewakan tanah. Dan disyaratkan; menjelaskan barang yang disewakan, baik
itu berbentuk tanaman atau tumbuhan atau bangunan.
B.
Rumusan masalah
1.
Menjelaskan pengertian sewa menyewa
2.
Menjelaskan rukun dan syarat-syarat sewa menyewa
3.
Menjelaskan hikmah dari sewa menyewa
4.
Landasan hukum sewa menyewa
5.
Juga hal-hal lain yang berkaitan dengan sewa menyewa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEWA MENYEWA
1.
Pengertian sewa menyewa
Al-ijarah berasal dari kata Al-ajru
yang berarti Al-I’wadhu (ganti). Dari
sebab itu Ats Tsamut (pahala) dinamai
Ajru (upah). Menurut pengertian Syara’, Al-ijarah ialah : “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian”.
Karena itu menyewakan pohon untuk dimamfaatkan buahnya, tidaklah
sah, karena pohon bukan sebagai manfaat. Demikian pula halnya menyewakan dua
jenis mata uang (emas dan perak), makanan untuk dimakan, barang yang dapat
ditakar dan ditimbang. Karena jenis-jenis barang ini tidak dapat dimanfaatkan
kecuali dengan menggunakan barang itu sendiri.
Begitu juga menyewakan sapi, atau domba, atau unta untuk diambil
susunya. Karena penyewaaan adalah pemilikan manfaat. Sedangkan dalam
keadaan seperti ini, berarti pemilikan
susu, padahal ia adalah ain
(barangnya) iu sendiri. Akad menghendaki pengambilan manfaat, bukan barangnya
itu sendiri.
Manfaat, terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dinaiki (dikendarai). Dan terkadang
berbentuk karya, seperti karya
seorang insinyur pekerja bangunan, tukang tenun, tukang pewarna (celup),
penjahit dan tukang binatang. Terkadang manfaat itu berbagai kerja pribadi
seseorang yang mencurahkan tenaga, seperti khadam (bujang) dan para pekerja.
Pemilik yang menyewakan manfaat disebut Mu’ajir (orangyang menyewakan).
Pihak lain yang memberikan sewa disebut Musta’jir (orang yang menyewa= penyewa).
Dan, sesuatu yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut Ma’jur (sewaan). Sedangkan jasa yang
diberikan sebagai imbalan manfaat disebut Ajran
atau Ujah (upah).
Manakala akad sewa menyewa telah berlangsung, penyewa sudah berhak
mengambil manfaat. Dan orang yang menyewakan berhak pula mengambil upah, karena
akad ini adalah mu’awadhah
(pengganti).
2.
Landasan Hukum
Sewa menyewa disayari’atkan berdasarkan Al-Qur’an, sunnah dan
ijma’.
3.
Landasan Qur’ani
1.
Q.S: 43 ayat 32
Artinya “ Apakah yang membagi-bagi rahmat Tuhan-Mu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan
sebagian mereka aas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka
dapat mempergunakan yang lain. Dan rahmat Tuhan-Mu lebih baik dari pada yang
mereka kumpulkan”.
2.
Q.S : 2 ayat 233
Artinya “ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa
bagimu apabila kamu memberikan pemberian menurut yang patut. Bertaqwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
3.
Q.S : 28 ayat 26-27
Artinya “ Salah seorang dari wanita itu berkata: “Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.
Berkata
dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang
dari putriku ini, atas dasar kamu bekarja denganku delapan tahun, dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan ) dari kamu, maka aku
tidak ingin memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang baik”.
4.
Landasan Sunnah Nabi Saw
1.
Al- Bukhari meriwayatkan, bahwa Nabi Saw, pernah seseorang dari
Bani Ad Diil bernama Abdullah bin Al- Uraiqith. Orang ini penunjuk jalan yang
professional.
2.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Nabi Saw, bersabda:
Artinya: “Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”.
3.
Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i meriwayatkan dari Saad bin Abi
Waqqash r.a, berkata
Artinya : “ Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang
tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar
membayarnya dengan uang emas atau
perak”.
4.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Saw,
bersabda:
Artinya: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang
bekam itu”.
5.
Hikmah pensyari’tannya
Ijarah
disyari’atkan,
karena manusia menghajatkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal,
sebagian mereka membutuhkan sebagian lainnya, mereka butuh kepada binatang
untuk kendaraan dan angkutan, membutuhkan berbagai perlatan untuk digunakan
dalam kebutuhan hidup mereka membutuhkan tanah untuk bercocok tanam.
6.
Rukun Ijarah
Ijarah menjadi
sah dengan ijab qabul lafaz sewa atau
kuli dan yang berhubungan dengannya, serta lafaz (ungkapan) apa saja yang dapat
menunjukkan hal tersebut.
7.
Pensyaratan orang yang berakad
Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan
berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah
seorang yang berakad gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan, maka
akad menjadi tidak sah.
Mazhab Imam Asy Syafi’I dan Hambali
menambahkan satu syarat lagi, yaitu baligh.
Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan, dinyatakan
tidak sah.
8.
Syarat sahnya Ijarah
n gereja, maka
menjadi ijarah fasiq. Demikian juga memberi upah kepada tukang ramal dan
tukang hitung-hitung dan semua pemberian
dalam rangka peramalan dan perhitung-hitungan, karena upah yang ia berikan
adalah penggantian dari hal yang diharamkan dan termasuk kedalam katagori
memakan uang manusia dengan batil.
Tidak sah pula Ijarah
puasa dan shalat, karena ini termasuk fardhu
‘ain yang wajib dikerjakan oleh orang yang terkena kewajiban.
9.
Sewa menyewa Tanah
Diperbolehkan juga menyewakan tanah. Dan disyaratkan; menjelaskan
barang yang disewakan, baik itu berbentuk tanaman atau tumbuhan atau bangunan.
Jika yang dimaksudkan adalah untuk pertanian, maka harus
dijelaskan, jenis apa yang ditanam ditanah tersebut, kecuali jika orang yang
menyewakan mengizinkan ditanami apa saja, yang ia kehendaki.
Jika syarat-syarat ini tidak dipenuhi, maka ijarah dinyatakan fasiq (tidak sah). Karena kegunaan tanah
itu bermacam-macam, sesuai dengan pembangunan dan tanaman. Seperti halnya juga
memperlambat tumbuhan yang ditanam ditanah.
Sipenyewa berhak menanam tanaman jenis lain dari yang disepakati,
dengan syarat; akibat yang ditimbulkan sama dengan akibat yang ditimbulkan oleh
tanaman yang disepakati lebih sedikit.
10. Menyewakan
binatang
Boleh menyewakan binatang. Dengan syarat; dijelaskan tempo
waktunya, atau tempatnya. Dan disyaratkan pula, dijelaskan kegunaan penyewaan,
berupa: untuk mengangkut barang atau untuk ditunggangi, apa yang diangkut dan
siapa yang menuggangi.
Jika binatang yang disewakan itu terjadi kecelakaan, apabila
binatang sewaan itu cacat dan kemudian celaka, maka penyewaan menjadi batal
(terputus). Dan apabila binatang itu tidak beraib (cacat), dan kemudian celaka,
penyewaan tidak menjadi batal. Dan orang yang menyewakan wajib mendatangkan
yang lainnya, dia tidak mempunyai hak untuk memfasakh (membatalkan akad).
Karena Ijarah dimaksudkan
untuk mengambil mamfaat yang berada dalam tanggungan (sipenyewa), serts orsng
ysng menyewakan (mu’ajir) berkemampuan untuk memenuhi konsekwensi akad.
Didalam masalah ini para fuqaha dari mazhab yang empat sependapat.
11.
Menyewakan Rumah untuk tempat
tinggal
Menyewakan rumah untuk tempat tinggal dibolehkan. Baik rumah itu
ditempati oleh sipenyewa atau ia
menempatkan orang lain dengan cara I’arah
(pinjam) atau sewa, dengan syarat tidak merusak bangunan, atau membuat rapuh
seperti tukang besi dan yang semisalnya.
Dan oaring yang menyewakan berkewajiban memenuhi hal-hal yang
memeungkinkan rumah itu dapat ditempati (dihuni) menurut kebiasaan yang
berlaku.
12.
Menyewakan barang sewaan
Penyewa boleh menyewakan barang sewaan. Jika itu berbentuk
binatang, maka pekerjaannnya harus sama atau menyerupai pekerjaan yang dahulu
pada saat binatang itu disewa pertama, sehingga tidak membahayakan binatang.
Dan sipenyewa boleh menyewakan lagi dengan harga serupa pada waktu ia menyewa,
atau lebih sedikit atau lebih banyak.
Dan ia berhak mengambil apa yang disebut Al
Khuwu.
13.
Kecelakaan/Kerusakan pada barang
sewaan
Sewaan adalah amanat yang ada ditangan sipenyewa, karena ia
menguasai untuk dapat mengambil manfaat yang ia berhak. Apabila terjadi
kecelakaan/kerusakan, ia tidak berkewajiban yang kurang dari biasanya.
Orang yang menyewa binatang untuk ditunggangi, kemudian ia menambat
tapuknya dengan tapukan seperti yang biasa terjadi, maka ia tidak berkewajiban
menggantikan.
14.
Pembatalan dan berakhirnya sewa
mnyewa
Sewa menyewa adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang
berakad tidak memiliki hak fasakh, karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali
jika didapati hal yang mewajibkan fasakh, seperti dibawah ini.
Ijarah tidak menjadi fasakh dengan matinya salah satu yang berakad
sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan, apakah ia
sebagai pihak mu’ajir atau musta’jir.
Berbeda dengan pendapat mazhab Hanafi, Mazhab Az-zahiriyah,
pendapat Asy-Syafi’I Ats Tsauri dan Al laits bin sa’d.
Dan tidak menjadi fasakh dengan dijualnya barang (‘ain) yang
disewakan untuk pihak penyewa atau lainnya, dan pembeli menerimanya jika ia
bukan sebagai penyewa sesudah barakhirnya masa ijarah.
Ijarah menjadi fasakh (batal) dengan hal, sebagai berikut:
1.
Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa
atau terlihat aib lama padanya.
2.
Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah dan binatang yang
menjadi ‘ain.
3.
Rusaknya barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk
dijahitkan, karena akad tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya (barang).
4.
Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan,
atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh. Seperti
jika masa ijarah tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman dipanen, maka
ia tetap berada ditangan penyewa sampai selesai diketam, sekalipun terjadi
pemaksaan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada
pihak penyewa ; yaitu dengan mencabut tanaman sebelum waktunya.
5.
Penganut-penganut mazhab Hanafi
berkata: boleh memfasakhkan ijarah, karena adanya uzur sekalipun dari
salah satu pihak seperti seseorang yang menyewa took untuk berdagang,kemudian
hartanya terbakar, atau dicuri, atau dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak
memfasakh ijarah.
15.
Pengembalian barang sewaan
Jika ijarah
telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang
itu berbentuk barang dapat dipindah, ia wajib menyerahkannya kepada pemiliknya.
Dan jika berbentuk barang tidak bergerak, ia berkewajiban menyerahkan kepada
pemiliknya dalam keadaan kosong hartanyan (si penyewa).
Jika berbentuk
tanah pertanian, ia wajib menyerahkannya dalam keadaan tidak bertanaman, kecuali
jika terdapat uzur seperti yang telah lalu, maka itu tetap berada ditangan
penyewa sampai tiba masa diketam, dengan pembayaran serupa.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ø Al-ijarah
berasal dari kata Al-ajru yang
berarti Al-I’wadhu (ganti). Dari
sebab itu Ats Tsamut (pahala) dinamai
Ajru (upah). Menurut pengertian Syara’, Al-ijarah ialah : “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian”.
Ø Ijarah menjadi
sah dengan ijab qabul lafaz sewa atau
kuli dan yang berhubungan dengannya, serta lafaz (ungkapan) apa saja yang dapat
menunjukkan hal tersebut.
Untuk sahnya Ijarah
diperlukan syarat sebagai berikut:
1. Kerelaan dua pihak yang melakukan akad
2. Mengetahui manfaat dengan
sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan.
3.
Hendaklah barang yang menjadi objek
transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut criteria, realitadan
syara’.
4. Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan berikut kegunaan
(manfaatnya).
5. Bahwa manfaat, adalah hal yang mubah, bukan yang diharamkan.
0 comments:
Post a Comment